Benteng Kuto Besak berdiri kokoh di ketinggian 10 meter dimana dari sini Anda dapat menyaksikan kapal-kapal berlalu-lalang di Sungai Musi. Benteng ini adalah kebanggaan masyarakat Palembang karena merupakan benteng terbesar dan satu-satunya yang terbuat dari batu sebagai saksi perlawanan terhadap penjajah asing.
Dibangun pada abad ke 17, Kuto Besak
merupakan warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memerintah pada
1550-1823. Benteng ini memiliki panjang 288,75 m, lebar 183,75 m, tinggi
9,99 m dan tebal 1,99 m, berfungsi sebagai pos pertahanan. Lokasi
Benteng ini baik secara politik dan geografis sangat strategis karena
membentuk pulau sendiri, berbatasan dengan sungai musi di sebelah
selatan, sungai sekanank di sebelah barat, sungai kapuran di sebelah
utara dan sungai tengkuruk di sebelah timur.
Berdasarkan catatan sejarah di Balai Arkeologi Kota Palembang,
benteng ini pendiriannya memakan waktu 17 tahun (1780-1797).
Pembangunan Benteng Kuto Besak diprakarsai Sultan Mahmud Badaruddin I
yang memerintah 1724-1758. Konstruksinya dimulai pada 1780 selama era
Sultan Mahmud Badaruddin. Benteng ini dimaksudkan sebagai sebuah istana
yang dibangun untuk menggantikan Keraton Kuto Lamo Tua atau Benteng Kuto
Lamo yang luasnya tidak cukup besar. Saat ini, Benteng Kuto Lamo
digunakan sebagai Museum Sultan Mahmud Badarudin II. Benteng Kuto Besak akhirnya digunakan secara resmi sebagai pusat pemerintahan Kesultanan dari 21 Februari 1797.
Tahun 1821 benteng ini diserbu oleh
tentara kolonial Belanda. Benteng Kuto Besak dirampas dan Sultan Mahmud
Badaruddin II dibuang ke Maluku. Kejadian ini menandai akhir dari era
Kesultanan Palembang. Tanda pendudukan Belanda terukir di Benteng Kuto
Besak dengan ukir gaya kolonial.
Benteng Kuto Besak adalah refleksi dari
masyarakat multi-etnis dari era Kesultanan Palembang Darussalam.
Pengawasan konstruksi dipercayakan kepada seorang supervisor Cina,
sementara para buruh bangunan asli Palembang dan Cina yang bekerja
bergandengan tangan dalam keharmonisan. Keharmonisan ini juga salah satu
warisan yang diturunkan sampai hari ini seperti digambarkan dalam
banyak acara-acara di Kota Palembang seperti di Cap Go Meh dan Imlek
(Tahun Baru Cina).
Setiap sudut benteng diperkuat dengan bastion.
Bastion di sudut barat lebih besar dan mirip dengan benteng-benteng
lain di Indonesia sementara bastion lainnya bentuknya arsitekturnya unik
dan tidak mungkin ditemukan di tempat lain. Gerbang utama, yang disebut
Lawang Kuto, terletak di selatan menghadap ke Sungai Musi, sedangkan
gerbang lainnya yang disebut Lawang borotan terletak di sebelah barat
dan timur, meskipun gerbang barat saat ini satu-satunya yang masih
berdiri.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar